Bulan Agustus selalu mengingatkan kita pada perjuangan panjang bangsa Indonesia menuju kemerdekaan, proses itu bukanlah hasil satu malam, melainkan pengorbanan jiwa raga, pikiran, dan doa dari berbagai latar belakang, termasuk para pejuang beragama Kristen. Mereka turut hadir, berdiri di garis depan, dan memberikan warna dalam perjalanan sejarah bangsa.
Sebelum abad ke-20, perjuangan kemerdekaan umumnya berbentuk peperangan fisik bersifat kedaerahan, seperti perang oleh Pangeran Diponegoro atau Sultan Hasanuddin. Namun, setelahnya perjuangan berkembang menjadi gerakan politik, intelektual, dan diplomasi yang mengedepankan persatuan. Di sinilah sejumlah tokoh Kristen menorehkan jejak penting mereka.
Mereka bahkan hadir sebagai pemimpin, pendidik, diplomat, rohaniwan, hingga prajurit yang mempertaruhkan hidupnya demi Merah Putih. Dari barisan inilah lahir sejumlah nama yang kini dikenang sebagai pahlawan bangsa, baik yang berperan di masa perjuangan merebut kemerdekaan maupun dalam mempertahankannya.
Pejuang Kemerdekaan Kristen
Sebut saja Johannes Leimena, pemimpin Jong Ambon di Kongres Pemuda II 1928, yang kelak menjadi Menteri Kesehatan dan Wakil Perdana Menteri. Kiprahnya di dunia politik dan kesehatan mencerminkan kepedulian pada rakyat dan persatuan bangsa. Bersama Leimena, kita juga mengenang Sam Ratulangi, Gubernur Sulawesi pertama, tokoh pendidikan dan politik yang turut menjadi anggota BPUPKI. Slogannya yang terkenal, “Si Tou Timou Tumou Tou” (“Manusia baru dapat disebut manusia jika mampu memanusiakan manusia lain”), menjadi warisan nilai kemanusiaan yang relevan hingga kini.
Dari Papua, ada Frans Kaisiepo, pahlawan nasional yang berperan penting dalam memperjuangkan integrasi Papua ke dalam NKRI. Ia aktif dalam perjuangan politik sejak masa penjajahan, dan namanya kini diabadikan sebagai nama Bandara Frans Kaisiepo di Biak. Sementara itu, Albertus Soegijapranata atau Romo Soegija, Uskup Katolik pertama pribumi, dikenal dengan moto “100% Katolik, 100% Indonesia.” Perannya tidak hanya di gereja, tetapi juga dalam menjaga moral bangsa di tengah pergolakan kemerdekaan—kisahnya bahkan diangkat menjadi film Soegija.
Di medan tempur, T.B. Simatupang tampil sebagai Kepala Staf Angkatan Perang Republik Indonesia yang mengoordinasi kekuatan militer pasca-proklamasi, sekaligus tokoh gereja yang disegani. Ignatius Slamet Riyadi, komandan muda legendaris, memimpin operasi-operasi penting melawan Belanda dan Jepang sebelum gugur di Ambon—namanya kini diabadikan menjadi kapal perang KRI Slamet Riyadi. Ada pula Agustinus Adisucipto, perintis penerbangan TNI AU yang gugur saat pesawatnya ditembak Belanda ketika membawa bantuan kemanusiaan, dan kini dikenang lewat nama Bandara Adisutjipto di Yogyakarta.
Dari Sulawesi Selatan, Robert Wolter Mongisidi memimpin gerilya melawan pasukan NICA dengan keberanian luar biasa hingga gugur sebagai martir kemerdekaan. Di Sumatra Utara, Jamin Ginting dikenal sebagai Komandan Bukit Barisan yang tak hanya memimpin pasukan, tetapi juga berperan sebagai diplomat yang menjembatani kepentingan daerah dengan pemerintah pusat. Kisah mereka semua membuktikan bahwa iman kepada Kristus tidak pernah membatasi semangat juang—justru menjadi sumber kekuatan dalam mengabdi kepada bangsa.
Kini, warisan para pejuang kemerdekaan bukan hanya kemerdekaan itu sendiri, tetapi juga nilai-nilai persatuan yang tertanam di dalam setiap sendi kehidupan berbangsa dan bernegara. Sebagai jemaat kristen generasi masa kini, kita dipanggil untuk menjaga persatuan ini dari ancaman perpecahan, dan ini akan selalu menjadi tanggung jawab kita! Mari melanjutkan perjuangan setiap pahlawan kita dengan doa dan tindakan nyata, Merdeka..!!
Disadur dan diadaptasi kembali dari artikel buletin Tabernakel edisi September 2017 dengan judul: Pejuang Kemerdekaan dan Pahlawan Kristen
Leave a Reply