Teologi Pengangkatan (Rapture Theology) dengan Kedatangan Yesus kedua kali [PART 2]
Matius 24
Matius 24-25 kerap menjadi acuan sebagai teks utama ketika berbicara mengenai akhir zaman. Secara khusus Matius 24:37-44 patut kita perhatikan sehubungan dengan tema “pengangkatan.” Ayat 40-41 berbunyi demikian:
40 Pada waktu itu kalau ada dua orang di ladang, yang seorang akan dibawa dan yang lain akan ditinggalkan; 41 kalau ada dua orang perempuan sedang memutar batu kilangan, yang seorang akan dibawa dan yang lain akan ditinggalkan.
Kedua ayat ini paling sering dikutip untuk menjustifikasi pandangan bahwa orang yang percaya akan dibawa atau diangkat, sedang yang tidak percaya akan ditinggalkan di bumi. Tetapi, mari kita teliti lebih dalam. Ternyata, di bagian sebelumnya Yesus memakai kisah Nuh dan air bah sebagai kunci pemahaman atas isu “pengangkatan” ini. Dua kali Yesus membandingkan “pengangkatan” pada saat kedatangan Yesus dengan kisah Nuh dan air bah. Yang pertama adalah ayat 37, yang berbunyi, “Sebab sebagaimana halnya pada zaman Nuh, demikian pula halnya kelak pada kedatangan Anak Manusia.” Yang kedua, ayat 39, berbunyi, “dan mereka tidak tahu akan sesuatu, sebelum air bah itu datang dan melenyapkan mereka semua, demikian pulalah halnya kelak pada kedatangan Anak Manusia.”
Kedatangan Kristus disejajarkan dengan kedatangan air bah pada masa Nuh hidup. Apa tujuan Yesus mempergunakan kisah Nuh dan air bah? Tampaknya Yesus memang ingin menekankan aspek kejutan yang muncul baik dari datangnya air bah maupun datangnya Anak Manusia.
Kesejajaran kisah Nuh dan air bah dan kedatangan Anak manusia itu berlanjut ketika Yesus memaparkan dua jenis manusia ketika menghadapi kejutan tersebut. Di dalam kisah Nuh, justru mereka yang tidak memercayai datangnya air bah itulah yang “dilenyapkan” (ay. 39) dan justru Nuh beserta keluarganyalah yang dibiarkan hidup dan diizinkan menghuni bumi pascabencana. Nuh sekeluarga adalah kelompok yang ditinggalkan (left behind).
Setelah bertutur tentang Nuh dan air bah, Yesus menunjukkan kesejajaran yang sama di dalam ayat 40-41. Yang satu diangkat, yang lain ditinggalkan (left behind). Dalam terang kisah Nuh, itu berarti, mereka yang diangkat adalah yang dimusnahkan dan mereka yang ditinggalkan adalah yang diselamatkan. Yang tak selamat justru adalah mereka yang “dibawa,” seperti orang-orang yang dibawa air bah karena ketidakpercayaan mereka.
Cara berpikir ini makin menguat ketika kita memperhatikan bahwa pusat dari teks ini adalah “kedatangan Anak Manusia” (ay. 37, 39, 42, 44). Dapat dipahami jika kemudian kita berkata bahwa mereka yang ditinggalkanlah yang akan berjumpa dengan Kristus yang datang. Sedangkan mereka yang diangkat justru luput berjumpa dengan Sang Penyelamat itu.
Mungkin Anda Tertarik: Memahami Waktu dari Kacamata Alkitab
1 Tesalonika 4:13-18
Lantas, bagaimana dengan teks lain di dalam 1 Tesalonika 4:13-18 yang juga mencantumkan teks tentang “diangkat bersama-sama dengan mereka dalam awan menyongsong Tuhan di angkasa” (ay. 17)? Menurut Joas Adiprasetya, dalam terang pemahaman di atas, kita perlu dengan seksama memahami bahwa kata “menyongsong” di sini memakai kata Yunani apantÄsis, yang lebih berarti “menyongsong untuk membawa kembali.” Lihatlah kisah sepuluh gadis yang “menyongsong” (apantÄsis) datangnya mempelai laki-laki (Mt. 25:1; bdk. ay. 6).
Dalam perumpamaan tersebut, mempelai laki-laki akhirnya datang, disongsong oleh lima gadis bijaksana, yang kemudian “masuk bersama-sama dengan dia ke ruang perjamuan kawin” (ay. 10). Dengan kata lain, 1 Tesalonika 4:17 tidak sedang berbicara tentang pengangkatan yang berlanjut dengan meninggalkan bumi dan memasuki surga. Teks ini ingin memberi penekanan pada tindakan menyongsong dan menyambut Sang Raja yang dengan kemuliaan-Nya datang ke bumi ini. Hal yang sama dituturkan ketika banyak orang “menyongsong” (hypantÄsis) Kristus dengan daun palma ketika Ia memasuki Yerusalem, menjelang kematian-Nya (Yoh. 12:13).
Tampaknya, pola dasar Kristus yang datang serta memasuki kehidupan kita dan kita menyambut kedatangan-Nya harus terus dipertahankan. Betapa ironisnya seluruh kisah fiktif “pengangkatan” (Rapture Theology) yang digaungkan banyak orang Kristen itu. Apa gunanya kita diangkat “ke atas” sementara Alkitab secara konsisten mempersaksikan Kristus yang datang “dari atas.” Maka, pesan utama dari Matius 24:37-44 harus kita perhatikan dengan seksama: “berjaga-jagalah” (ay. 42) dan “siap sedia” (ay. 44). Ia datang secara mengejutkan! Mari kita songsong Dia yang sudah, sedang, dan akan datang. Semoga Anda dan bukan orang yang diangkat (raptured), namun orang yang tertinggal (left behind).
Umat Eskatologis
Dalam surat-suratnya Paulus menyebut umat Kristen sebagai “ciptaan baru”. (2 Kor 5:17 dan Gal. 6:15). Ciptaan baru itu bisa juga ditafsirkan sebagai umat yang menantikan zaman yang baru atau kedatangan Kristus kembali. Implikasinya adalah bahwa “jemaat Allah” harus setia hanya kepada Allah sendiri. Memang jemaat masih berada di tengah dunia dan hidup sebagai warga negara dunia, tetapi lebih dari itu, mereka juga warga surgawi, yang ketaatannya terutama hanyalah kepada Allah saja. Dialektika antara keinginan taat kepada Allah dengan usaha untuk mewujudkannya dalam kehidupan merupakan pergumulan umat Allah yang tidak pernah selesai. (Subandrijo 2013, 74-77).
Kedua, jemaat sebagai umat Eskatologis, tidak diangkat dan diasingkan dari dunia ini tetapi tetap ditempatkan di dalamnya agar ikut serta mentransformasi dunia. Tujuan kehadiran juruselamat adalah untuk memperbarui dunia di sini dan saat ini. Kedatangan Kristus yang kedua melambangkan pembaruan hidup real di dunia ini, bukan di awang-awang. Pembenahan relasi dengan Allah dan sesama manusia tidak terjadi di dunia lain di seberang kematian nanti, tetapi di dunia nyata, di sini dan saat ini. Zaman baru sebagai zaman rahmat hadir dalam realitas sejarah umat manusia, bukan di alam lain. (Subandrijo 2013, 74-77).
Ketiga, perjuangan mewujudkan kehadiran Allah, tidaklah mudah, memang berat. Tetapi Paulus mengingatkan bahwa kewargaan jemaat adalah di surga, maka mereka tidak berjuang sendirian, sebab Allah dalam Kristus sang juruselamat, tetap menyertai mereka. (Subandrijo 2013, 74-77).
Kesimpulan – Teologi Pengangkatan (Rapture Theology)
Mengenai kedatangan Yesus kedua kali, kita tidak perlu berdebat atasnya, sebab kedatanganNya adalah kepastian yang kita imani bersama. Rapture Theology – Mengenai waktunya kapan, kita tidak bisa dan jangan sekali-kali berspekulasi sebab tidak seorang pun dapat mengetahuinya. (Markus 13:32). Berbeda dengan pengangkatan yang ternyata merupakan teologi baru, kita perlu kritis terhadapnya, sebagaimana telah diungkapkan melalui tafsiran Joas Adiprasetya di atas.
Keselamatan justru datang ketika Allah melalui Yesus datang ke dunia, dan keselamatan berlaku untuk manusia dan seluruh ciptaanNya. Kita, umat Kristen yang ada di dunia ini, justru saat ini ditempatkan untuk ikut serta mentransformasi dunia. Hal ini tidak mudah, berat tetapi kita tidak berjuang sendiri, justru bersama Allah dalam Kristus sang Juruselamat, kita mentransformasi dunia menjadi “langit dan bumi baru” ciptaan Allah
Leave a Reply