Kisah ini mungkin pernah kita dengar. Ada sebuah Vihara yang terkenal akan kecantikan tamannya. Setiap harinya, banyak orang berbondong-bondong, rela menempuh perjalanan jauh untuk melihat dan mengagumi taman yang indah tersebut.
Taman itu memang tertata rapi. Bunga-bunga tumbuh cantik dan berwarna-warni, dan bahkan halamannya bersih dari daun-daun atau ranting-ranting yang berjatuhan. Tidak heran jika setiap hari, seorang biksu muda yang merawat taman tersebut menerima banyak pujian dari para pengunjung.
Penilaian Tak Terduga
Hingga suatu hari, datanglah seorang biksu tua. Ia hanya berdiri diam di tengah keramaian pengunjung yang sibuk memotret dan memuji keindahan taman itu.
Biksu muda pun akhirnya menyadari kehadiran biksu tua tersebut. Dengan penuh kebanggaan, ia menghampirinya dan ingin mengajaknya berkeliling, menunjukkan betapa cantiknya taman yang telah ia rawat dengan penuh dedikasi.
Namun, berbeda dari pengunjung lain, sang biksu tua justru berkata,
“Ternyata taman ini tidak secantik yang orang-orang bicarakan.”
Biksu muda itu terkejut dan merasa tidak percaya. Ia pun langsung meminta sang biksu tua menunjukkan bagian mana yang dianggap tidak cantik.
Biksu tua menjawab dengan tenang,
“Taman di halaman Vihara ini memang cantik. Namun, taman hatimu yang tidak cantik, penuh dengan kesombongan dan tidak terawat.”
Taman Hati yang Perlu Dirawat
Inilah gambaran diri kita. Kita bisa saja rajin datang ke ibadah atau persekutuan, namun hanya menjadi pendengar tanpa sungguh-sungguh merenungkan dan melakukannya.
Ia berkata kepada mereka, “Karena kamu kurang percaya. Sebab, sesungguhnya Aku berkata kepadamu: Sekiranya kamu mempunyai iman sebesar biji sesawi saja, kamu dapat berkata kepada gunung ini: Pindah dari tempat ini ke sana, maka gunung ini akan pindah, dan tidak akan ada yang mustahil bagimu – Matius 17:20
Seperti yang difirmankan dalam Matius 17:20, iman itu sangat penting artinya.
Jika iman menjadi dasar yang kuat untuk mengatur setiap tindakan, perkataan, dan pikiran kita—maka tidak ada yang mustahil bagi kita.
Sama seperti taman di Vihara tadi:
Percuma kita tampak “cantik” dari luar, rajin hadir dalam ibadah dan persekutuan, namun taman hati atau iman kita justru kering.
Jika taman hati kita kering, maka tidak ada buah-buah rohani yang dapat kita bagikan kepada orang lain. Tanamkanlah firman Tuhan dalam hati kita dan lakukanlah dengan setia, agar hati, pikiran, dan perilaku kita dipenuhi oleh firman-Nya.
Amin.
Leave a Reply